KATA PENGANTAR
Puji beriring syukur
kami panjatkan kepada Ilahi Robbi yang telah memberikan karunia-Nya
kepada penulis untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat beserta salam
semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarganya, para
shahabatnya, dan kepada umat yang mengikuti ajaran serta sunahnya.
Makalah yang penulis
susun ini mengandung pokok bahasan mengenai pola kerjasama tripusat pendidikan
Islam dengan sub-sub bahasannya yaitu unsur pokok pendidikan, peranan keluarga,
sekolah, dan masyarakat dalam pendidikan Islam, dan peranan keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam
pendidikan islam
Makalah ini penulis
susun sebagai salah satu tugas mata kapita selekta pendidian islam yang dibina
oleh Drs. Khairuddin,MA
Meskipun makalah ini jauh
dari kesempurnaan, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Akhir kata, penulis ucapkan Alhamdulillah
dan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga segala kebaikannya mendapatkan balasan
dari Allah SWT berupa pahala yang berlipat ganda, amin.
Medan, 28 september
2012
pemakalah
i.
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar...............................................................................................................................
Daftar
Isi.........................................................................................................................................
Bab I..............................................................................................................................................
Pendahuluan...................................................................................................................................
Bab
II..............................................................................................................................................
Pembahasan....................................................................................................................................
A. Konsep tripusat
pendidikan menurut pendidikan islam.....................................................
1.
Pendidikan keluarga..................................................................................................
2.
Pendidikan sekolah....................................................................................................
3.
Pendidikan masyaraat................................................................................................
B. Peran keluarga, masyarakat, dan sekolah dalam pendidikan islam.....................................
1.
Peran
keluarga dalam pendidikan islam.....................................................................
2.
Peran
masyarakat dalam pendidikan islam................................................................
3. Peran sekolah dalam pendidikan islam......................................................................
BAB
III..........................................................................................................................................
Kesimpulan.....................................................................................................................................
Daftar
Pustaka................................................................................................................................
ii.
BAB I
PENDAHULUAN
Sampai sekarang ini, pendidikan
masih diyakini
sebagai perantara terbaik dalam membentuk generasi ideal masa depan sekaligus
instrumen guna menyelamatkan gerak maju sebuah bangsa. “Keyakinan” ini tetap
ada tentu dengan lebih dulu mengesampingkan fakta di lapangan, bahwa produk pendidikan
ternyata tidak dapat dijamin berperilaku terpuji. Bahkan hari ini, lembaga
pendidikan telah menjadi “peserta baru” sebagai tempat korupsi. Pengenyampingan
ini penting agar kita tidak psimis untuk ikut serta dalam mempercantik wajah
pendidikan negeri ini.
Beragam sekali
definisi Pendidikan dari para pakar. UU Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pun mempunyai versi sendiri. UU yang dibuat tahun 2003 ini
mendefinisikan Pendidikan sebagai “Usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”
Menurut Doni Koesoema
hakikat pendidikan adalah proses penyempurnaan diri manusia terus menerus yang
berlangsung dari generasi yang satu ke generasi yang lain.[1]
Tujuan pendidikan Islam, yakni melahirkan pribadi manusi yang sempurna,
beragama, kreatif, produktif dan peka terhadap situasi lingkungannya. Manusia
sepanjang hidupnya sebagian besar akan menerima pengaruh dari tiga lingkungan
pendidikan yang utama tersebut, keluarga, sekolah, dan masyarakat dan ketiganya
biasa disebut dengan tripusat pendidikan.
RI
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa satuan
pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkanberdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan
yang akan dicapai, dan kemampuan yang di kembangkan, sedangkan jenis pendidikan
adalah kelompok yang di didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu
satuan pendidikan. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur
dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga.
Istilah
tripusat pendidikan diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantora yang menggambarkan
lembaga atau lingkungan pendidikan yang ada disekitar manusia – yang
mempengaruhi perilaku peserta didik.. Yang dimaksud dengan tripusat
pendidikan adalah setiap pribadi manusia akan selalu berada dan mengalami perkembangan
dalam tiga lembaga pendidikan, yakni : Pendidikan dalam keluarga (pendidikan
informal), pendidikan dalam sekolah (pendidikan formal), dan pendidikan di
dalam masyarakat (pendidikan non
formal).
keluarga,
masyarakat, dan sekolah. Ketiga lembaga ini secara bertahap dan terpadu
mengemban tanggung
jawab pendidikan bagi generasi mudanya. Kemudian, tripusat pendidikan ini
dijadikan prinsip pendidikan, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan
dilaksanakan didalam lingkungan rumah tangga, masyarakat dan sekolah. Ketiga
lembaga pendidikan tersebut hendaknya menjadi tangan panjang untuk membantu
mencapai tujuan pendidikan Islam yang ideal, yaitu manusia yang berbudaya,
beradap dan beragama.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Tripusat Pendidikan Islam
1.
Pendidikan
keluarga
Kita telah merasakan bahwa keluarga merupakan
lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat karena dalam
keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Batas dan bicara
pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya
watak, budi pekerti, dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang
diterima dalam keluarga inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar
untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di sekolah.
Orang tua mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam
keluarga terhadap pendidikan anak, lebih
bersikap menentukan: watak, budi pekerti, latihan keterampilan, dan pendidikan
kesosialan.
Selain daripada itu, penanaman nilai-nilai
pancasila, nilai-nilai keagamaan dan kepercayaan kepada Allah SWT dimulai dalam
keluarga.
Menurut Pendidikan Islam, konsep
pendidikan keluarga adalah pendidikan yang dilakukan oleh orang tua terhadap
anak atas dorongan kasih saying yang dilembagakan islam dalam bentuk kewajiban
dan akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT.
Orang tua adalah orang yang pertama memikul tanggung jawab
pendidikan terhadap anak, secara alami anak pada masa-masa awal kehidupannya
berada ditengah-tengah ayah dan ibunya sehingga dasar-dasar pandangan hidup,
sikap hidup serta ketrampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada
ditengah-tengah orang tuanya.
Dalam pendidikan anak, Ibu dan Ayah masing-masing mempunyai
tanggung jawab yang sama. Hadits Nabi yang menyatakan bahwa “Ibu adalah
pengembala dirumah tangga suaminya dan bertanggung jawab atas gembalanya”
sesungguhnya mengisyaratkan kerja sama Ibu dan Ayah dalam pendidikan anak,
hanya saja terutama dalam lingkungan keluarga yang menuntut ayah lebih banyak
berada diluar rumah untuk mencari nafkah dan ibu lebih banyak dirumah untuk
mengatur urusan rumah.[2]
Dalam
hal ini Allah telah berfirman dalam Al Qur’an surat At Tahrim ayat 6 yang
berbunyi:
يايهاالذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا.....(التحريم : 6)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu
dan keluargamu dari siksa neraka….”. (QS. At Tahrim : 6)
Disinilah letak tanggung jawab orang tua untuk mendidik
anak-anaknya, karena anak adalah amanat Allah yang diberikan kepada orang tua
yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban atas pendidikan anak-anaknya.
Sedangkan didalam hadits Nabi SAW secara jelas Beliau
mengisyaratkan lewat sabdanya:
كل مولود يولد على الفطرة وانما ابواه يهودانه اوينصرانه
اويمجسانه
Artinya:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tuanyalah yang dapat
menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi”.
Berdasarkan hadits tersebut jelaslah bahwa anak dilahirkan
dalam keadaan suci, maka mendidiknya adalah sudah menjadi tanggung jawab orang
tua. Orang tua berkewajiban mendidik anak-anaknya dalam hal pendidikan agama
dan umum termasuk didalamnya pendidikan ketrampilan, hal ini dimaksudkan agar
kelak anak-anak itu akan dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.
2.
Pendidikan
sekolah
Konsep Pendidikan Sekolah menurut
Pendidikan Islam adalah suatu lembaga pendidikan formal yang efektif
untuk mengantarkan anak pada tujuan yang ditetapkan dalam Pendidikan Islam.
Sekolah yang dimaksud adalah untuk membimbing, mengarahkan dan mendidik
sehingga lembaga tersebut menghendaki kehadiran kelompok-kelompok umur tertentu
dalam ruang-runag kelas yang dipimpin oleh guru untuk mempelajari kurikulum
bertingkat.[3]
Bertolak dari konsep tersebut
pendidikan sekolah dalam mengantarkan dan mengarahkan anak untuk mencapai suatu
tujuan pendidikan Islam, tidak terlepas dari usaha dan upaya guru yang telah
menerima limpahan tanggung jawab dari orang tua atau keluarga. Sebab
berdasarkan kenyatan orang tua tidak cukup mampu dan tidak memiliki waktu untuk
mendidik, mengarahkan anak secara baik dan sempurna. Hal itu disebabkan karena
keterbatasan dan kesibukan orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya setiap
saat.
Maka dari itu tugas guru dan
pimpinan sekolah disamping memberikan ilmu-ilmu pengetahuan,
keterampilan-keterampilan juga mendidik anak beragama dan berbudi pekerti
luhur. Disinilah sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam memberikan
pendidikan dan pengajaran kepada anak didik, sekolah merupakan kelanjutan dari
apa yang telah diberikan di dalam keluarga.
Hal ini dimaksudkan agar anak kelak
memiliki kepribadian yang sesuai dengan ajaran islam yaitu kepribadian yang
seluruh aspeknya baik itu tingkah laku, kegiatan jiwa maupun filsafat hidup dan
kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Allah SWT.[4]
3.
Pendidikan
masyarakat
Pendidikan dalam Islam juga
merupakan tanggung jawab bersama setiap anggota masyarakat. Sebab masyarakat
adalah kumpulan individu-individu yang menjalani satu kesatuan, apabila terjadi
kerusakan pada sebagiannya maka sebagian yang lain akan terancam kerusakan
pula.
Masyarakat harus mampu
mengaplikasikan konsep dan ketrampilan kedalam usaha-usaha yang nyata secara
tepat dan benar, dan tidak boleh melakukan kesalahan-kesalahan ataupun
membiarkan anggota masyarakat lain melakukan kesalahan.
Oleh sebab itu setiap individu
hendaknya peduli terhadap kebaikan kesatuannya, setiap anggota masyarakat
bertanggung jawab atas kebaikan lainnya. Dengan perkatan lain setiap anggota
masyarakat bertanggung jawab atas pendidikan lainnya, tidak bisa memikulkan
tanggung jawab hanya kepada orang tua dan guru , atau setidaknya bila melihat
kemungkaran hendaknya mencegahnya sesuai dengan kemampuannya, sabda Nabi
Muhammad SAW:
من راى منكم منكرا فليغيره بيده فان
لم يستطيع فبلسانه فان لم يستطيع فبقلبه
وذالك اضعف الايمان. (رواه مسلم)
Artinya:
“Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran maka hendaknya dia
merubahnya dengan tangannya apabila tidak mampu maka dengan lisannya dan
apabila tidak mampu juga maka dengan hatinya dan yang demikian itu merupakan
perwujudan iman yang paling lemah”. (HR. Muslim).
Menurut pendidikan Islam, konsep pendidikan masyarakat itu
adalah usaha untuk meningkatkan mutu dan kebudayaan agar terhindar dari
kebodohan. Usaha-usaha tersebut dapat diwujudkan melalui berbagai macam
kegiatan masyarakat seperti kegiatan keagamaan, pengajian/ ceramah keagamaan,
sehingga diharapkan adanya rasa memiliki dari masyarakat akan dapat membawa
suatu pembaharuan dimana masyarakat memiliki tanggung jawab terlebih-lebih
untuk meningkatkan kwalitas pribadi dibidang Ilmu, ketrampilan, kepekaan
perasaan dan kebijaksanan atau dengan perkataan lain peningkatan ketiga wawasan
kognitif, afektif maupun psikomotor. [5]
B.
Peran Keluarga, Masyarakat, dan Sekolah
Dalam Pendidikan Islam
1.
Peran Keluarga dalam Pendidikan Islam
Perintah untuk mendidik seorang anak
agar selamat dari siksaan neraka pertamakali dibebankan kepada keluarga oleh
Islam. Hal ini tampak dari firman Allah yang artinya;
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#t
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu..”( Q.S. Al-Tahrim,
6), ayat ini mewajibkan kepada bangunan rumah tangga untuk
mengajarkan suatu kebajikan bagi seorang anak.
Para sosiolog meyakini bahwa keluarga
memiliki peran penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa, sehingga mereka
berteori bahwa keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat, Oleh
karena itu para sosiolog yakin, segala macam kebobrokan masyarakat merupakan
akibat lemahnya institusi keluarga.
Bagi seorang anak keluarga merupakan
tempat pertama dan utama bagi pertunbuhan dan perkembangnnya. Menurut resolusi
Majelis Umum PBB, fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik,
mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya
agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta, memberikan
kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera”.
Keluarga merupakan tempat yang paling
awal dan efektif untuk menjalankan fungsi departemen kesehatan , pendidikan
adan kesejahteraan. Jika keluarga gagal untuk megajarkan kejujuran, semangat,
keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan menguasai kemampuan- kemampuan dasar,
maka akan sulit sekali bagoi institusi lain untuk memperbaiki kegagalannya.
Karena kagagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada
tumbuhnya masyarakat yang berkarakter buruk atau tidak berkarakter.
Oleh karena itu setiap keluarga harus
memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan
karakter anak di rumah.Dalam pendidikan Islam agar anak menjadi pribadi yang
shaleh, taat beragama perintah pertama Rasulullah adalah menyayangi sang anak,
menampakkan wajah segirang kepada anak-anaknya. Sebagainya sabda Rasul, yang
artinya “Ya Allah sayangilah keduanya, karena sesungguhnya aku menyayangi
keduanya” (HR. Bukhari).
Hadits ini disabdakan oleh Rasulullah
ketika beliau memangku usamah bin zaid lalu menudukkannya di atas paha beliau
dan menudukkan hasan dipaha lainnya.[6]
Menyayangi seorang anak berarti memenuhi semua kebutuhannya baik fisik maupun
psikis (kebutuhan jiwa). Orang tua harus mampu mengenali kebutuhan kasih sayang
seorang anak dan kebutuhan jiwa mereka baik pada masa kanak-kana atau remaja
untuk dapat memberikan bimbingan sebagai bekal masa dewasanya.[7]
Selain diatas, diantara kewajiban kedua
orang tua sebagai pendidikan di rumah tangga adalah:
a. Membiasakan
anak supaya mengingat keagungan dan nikmat Allah swt serta menunjukkan
dalil-dalil agama.
b. Menampakkan
keteguhan sikap di hadapan anak dalam menghadapi berbagai bencana.
c. Di dalam
keluarga harus terjalin interaksi yang Islami, kondusif, suami-istri tidak
tengkar.
d. Menerapkan
budaya yang Islami, seperti membaca al-qur’an, shalat berjamat dan sebagainya.
Ayah, ibu dan
anggota keluarga adalah demikian penting dalam proses pembentukan dan
pengembangan pribadi. Keluarga wajib berbuat sebagai ajang yang diperlukan
sekolah dalam hal melanjutkan pemantapan sosialisasi kognitif. Demikian juga
keluarga dapat berperan sebagai sarana pengembangan kawasan afektif dan psikomotor.
Dalam keluarga diharapkan berlangsungnya pendidikan yang berfungsi pembentukan
kepribadian sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila, dan
makhluk keagamaan. [8]
2.
Peran Masyarakat dalam Pendidikan Islam
Masyarakat
sebagai kontrol sosial harus mampu memberikan contoh dan pegangan bagi anak
muda yang lemah dalam pengetahuan agama, sosial dan sebagainya. Dan seandainya
melihat orang lain melakukan kemungkaran maka hendaknya ia menegurnya.
Didalam
pendidikan, masyarakat harus ikut serta dalam mencerdaskan generasi
selanjutnya, baik melalui pendidikan di mushalla, penyelenggaraan ceramah atau
membangun lembaga sekolah masyarakat. Sekolah masyarakat bisa didirikan
berangkat dari asumsi bahwa masyarakat sebagai dasar dari pendidikan dan
masyarakat sebagai pendidik (educative agent). Sifat sekolah masyarakat
adalah; 1. Mengajarkan anak-anak untuk dapat mengembangkan dan menggunakan
sumeber-sumber dari keadaan setempat. 2. Sekolah ini melayani keseluruhan
masyarakat, tidak hanya anak-anak. Sehingga nantinya sesuatu yang tidak ada di
sekolah formal masyarakat mampu menjelaskannya.
Pendidikan
haruslah membuka jiwa manusia terhadap alam jagat dan Penciptanya, terhadap
kehidupan dan benda hidup, dan terhadap bangsa-bangsa dan kebudayaan-kebudayaan
yang lain. Islam tidak mengenal fanatisme, perbedaan kulit atau sosial, sebab
di dalam Islam tidak ada rasialisme, tidak ada perbedaan antara manusia kecuali
karena taqwa dan iman. Firman Allah swt:
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
“Wahai
manusia, Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan Kami
jadikan kamu berbangsa dan bersuku-suku supaya mengenal satu sama
lain. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang
paling bertaqwa.” (QS. Al-Hujurat:
13)
Jadi pendidikan
Islam adalah pendidikan kemanusiaan yang berdiri di atas persaudaraan seiman
(tidak ada beda antara orang Arab atau orang ‘Ajam kecuali
karena taqwa). Pendidikan Islam adalah pendidikan universal yang diperuntukkan
kepada umat manusia seluruhnya.
Pendidikan
Islam menginginkan adanya egalitereanisme baik dalam penyelenggaraannya, proses
pembelajaran ataupun didalam menerima peserta didik. Didalam pendidkan Islam
semua peserta didik sama kedudukannya kecuali taqwa disisi Allah. Masyarakat
sebagai kelompok sosial harus mampu menjadi kontrol penyelenggaraan pendidikan
di lembagai sekolah. Pendidikan menjadi entitas yang seakan tidak berdiri
sendiri. Ia senantiasa berkelindan dan berdialektika dengan dengan konteks
sosial masyarakat dan negara. Standart keberhasilan juga tidak akan pernah
lepas dari kontribusi kongkrit pendidikan terhadap proyek kebudayaan dan
perhelatan akbar sebuah peradaban.
Tidak heran
apabila Ahmad Tafsir mengatakan bahwa sekolah adalah miniatur masyarakat atau
masyarakat dalam bentuk mini. Jika orang ingin meneropong
masyarakat teroponglah sekolahnya. Bila sekolah penuh disiplin, maka
masyarakatnya tak jauh beda, dan jika sekolah penuh dengan penipuan, maka
penipuan itu juga terjadi dalam masyarakat. Lembaga pendidikan dalam kontek ini
seakan menjadi cermin dari sebuah kehidupan masyarakat. Ketika sekolah sudah
acuh dengan orang miskin, kaum difabel, maka dapat disimpulkan masyaraktnyapun
lebih parah.
Akan tetapi
pendidikan Islam menginginkan masyarakat menjadi kontrol terhap penyelenggaraan
pendidikan, apakah yang dipraktikkan di sekolah masih sesuai dengan ajarang
Islam, jiwa kemanusiaan, dan konsep Baldatun Thayyibatun Warabbun
Ghafur.
Pendidikan
Islam memandang bahwa masyarakat muslim itu satu ikatan dan satu kehidupan. Ini
didasarkan pada hadis Rasulullah yang artinya:“engkau melihat orang-orang
mukmin dalam hal saling mencintai dan menyayanginya seperti satu tubuh; jika
salah satu anggotanya terserang penyakit maka seluruh tubuh akan tidak dapat
tidun dan merasa deman”.
Hadits ini
mengabarkan kepada sesama umat muslim untuk saling membantu. Implikasi
edukatifnya mewajibkan masyarakan untuk membantu saudara seagama yang miskin
agar bisa mengenyam pendidikan juga. Bukan sebaliknya, malah melecehka mereka
dan memandang mereka sebelah mata.
Disamping sabda
Rasul, Allah berfirman di dalam al-qur’an:
wur öNä3¨ZtBÌøgs ãb$t«oYx© BQöqs% br& öNà2r|¹ Ç`tã ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# br& (#rßtG÷ès? ¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
“… dan janganlah sekali-kali kebencian(mu)
kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Amat berat siksa-Nya.”
(Q.S al-Maidah: 2)
Berdasarkan
ayat di atas, pendidikan Islam hendak mengenyampingkan rasa egois dan acuh
terhadap kaum lemah. Pendidikan bukan hanya milik mereka yang kaya, yang ber IQ
tinggi melainkan juga milik segenap manusia. Konsep pendidiakan Islam
selanjutanya adalah tolong menologn antara sesama manusia. Mereka yang terpuruk
pendidikan lantaran persoalan ekonomi harus diangkis bareng-bareng oleh
masyarakat yang lebih mampu. Sesuai dengan ayat di atas pendidikan Islam hanya
mengajarkan kebaikan kepada semua manusia tanpa memandang status sosial.
Kebiasaan hidup
sendiri, kapitalisme pendidikan, kriminalitas sudah menjangkit lembaga
pendidikan. Banyak lembaga pendidikan yang membuka jurasan baru dan menaikkan
biaya pendidikan hanya menuruti kepentingan pasar dan ekonomi. Pendidikan Islam
sangat membenci praktik seperti itu, masyarakat diharapkan mampu menjadi
kontrol yang kuat terhadap lembaga pendidikan. Dalam proses penyadaran para
praktisi pendidikan, masyarakat dapat membuka ruang dialekatika dengan mereka.
Selain itu, jika terbuka oknum pendidikan sudah melupakan ajaran Islan,
kemanusiaan maka harus disangsi secara moral sebagai cambukan agar tidak
diulangi dan teruskan.
3.
Peran Sekolah Dalam Pendidikan Islam
Hasan
Langgulung memandang bahwa pendidikan dewasa ini berada dalam kondisi yang
sangat memprihatinkan. Untuk itu, ia menawarkan bahwa tindakan yang perlu
diambil ialah dengan memformat kurikulum pendidikan Islam dengan format yang
lebih integralistik dan bersifat universal. Hasan Langgulung menjabarkan
beberapa aspek yang termasuk dalam dasar-dasar pokok pendidikan Islam, yaitu:
a. Keutuhan
(syumuliyah)
Pendidikan
Islam haruslah bersifat utuh, artinya memperhatikan segala aspek manusia:
badan, jiwa, akal dan rohnya. Pendidikan dalam rangka pengembangan SDM,
ditemukan al-Qur.an, menghadapi peserta didiknya dengan seluruh totalitas
unsur-unsurnya. Al-Qur.an tidak memisahkan unsur jasmani dan rohani tetapi
merangkaikan pembinaan jiwa dan pembinaan akal, sekaligus tidak mengabaikan
jasmaninya. Karena itu, seringkali ditemukan uraian-uraiannya disajikan dengan
argumentasi logika, disertai sentuhan-sentuhan kepada kalbu. Hal ini merupakan
salah satu prinsip utama dalam pengembangan kualitas.
Diharapkan
dengan melaksanakan prinsip ini, bukan hanya kesucian jiwa yang diperoleh,
tetapi juga pengetahuan yang merangsang kepada daya cipta, karena daya ini
dapat lahir dari penyajian materi secara rasional, serta rangsangan
pertanyaan-pertanyaan melalui diskusi timbal balik.
b. Kesinambungan /
Keseimbangan
Pendidikan
Islam haruslah bersifat kesinambungan dan tidak terpisah-pisah dengan
memperhatikan aspek-aspek berikut: 1) Sistem pendidikan itu perlu memberi
peluang belajar pada tiap tingkat umur, tingkat persekolahan dan setiap
suasana. Dalam Islam tidak boleh ada halangan dari segi umur, pekerjaan,
kedudukan, dan lain-lain. 2) Sistem pendidikan Islam itu selalu memperbaharui
diri atau dinamis dengan perubahan yang terjadi. Sayyidina Ali r.a. pernah
memberikan nasehat: .Ajarkan anak-anakmu ilmu lain dari yang kamu pelajari,
sebab mereka diciptakan bagi zaman bukan zamanmu..
c. Keaslian
Pendidikan
Islam haruslah orisinil berdasarkan ajaran Islam seperti yang disimpulkan
berikut ini: 1) Pendidikan Islam harus mengambil komponen-komponen,
tujuan-tujuan, materi dan metode dalam kurikulumnya dari peninggalan Islam
sendiri sebelum ia menyempurnakannya dengan unsur-unsur dari peradaban lain. 2)
Haruslah memberi prioritas kepada pendidikan kerohanian yang diajarkan oleh
Islam. 3) Pendidikan kerohanian Islam sejati menghendaki agar kita menguasai
bahasa Arab, yaitu bahasa al-Qur.an dan Sunnah. 4) Keaslian ini menghendaki
juga pengajaran sains dan seni modern dalam suasana perkembangan dimana yang
menjadi pedoman adalah aqidah Islam.
d. Bersifat Ilmiah
Pendidikan
Islam haruslah memandang sains dan teknologi sebagai komponen terpenting dari
peradaban modern, dan mempelajari sains dan teknologi itu merupakan suatu
keniscayaan yang mendesak bagi dunia Islam jika tidak mau ketinggalan .kereta
api.. Selanjutnya memberi perhatian khusus ke berbagai sains dan teknik modern
dalam kurikulum dan berbagai aktivitas pendidikan, hanya ia harus sejalan
dengan semangat Islam.
e. Bersifat
Praktikal
Kurikulum
pendidikan Islam tidak hanya bisa bicara secara teoritis saja, namun ia harus
bisa dipraktekkan. Karena ilmu tak akan berhasil jika tidak dipraktekkan atau
realita. Pendidikan Islam hendaknya memperhitungkan bahwa kerja itu adalah
komponen terpenting dalam kehidupan sehari-hari. Kerja itu dianggap ibadah.
Jadi pendidikan Islam itu membentuk manusia yang beriman kepada ajaran Islam,
melaksanakan dan membelanya, dan agar ia membentuk pekerja produktif dalam
bidang ekonomi dan individu yang aktif di masyarakat
BAB III
KESIMPULAN
Dari
pembahasan diatas dapat disimpulkan
1. Keluarga adalah wadah yang sangat penting di antara individu dan
group, dan merupakan kelompok sosial yang pertama di mana anak-anak menjadi
anggotanya. Masyarakat
adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh
suatu rasa identitas bersama
dan sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk
pengajaran siswa (atau “murid”) di bawah pengawasan guru
2. Konsepsi tripusat pendidikan
mencakup pendidikan keluarga, masyarakat dan sekolah
3. Peningkatan
kontribusi dalam perannya masing masing, Keluarga, sekolah, dan masyarakat
terhadap perkembangan peserta didik, diprasyaratkan pula keserasian kontribusi
ini, serta kerjasama yang erat dan harmonis antar ketiga pusat pendidikan anak
tersebut. Berbagai upaya harus dilakukan, program pendidikan dari setiap unsur
sumber pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat diharapkan dapat
saling mendukung dan memperkuat antara satu dengan yang lainnya. Dengan masing
masing peran yang dilakukan dengan baik oleh keluarga, sekolah maupun
masyarakat dalam pendidikan, yang saling memperkuat dan saling melengkapi
antara ketiga pusat itu, akan memberi peluang besar mewujudkan sumber daya
manusia terdidik yang bermutu dan insan shaleh
DAFTAR PUSTAKA
Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter: Strategi
Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta:Grasindo,2007)
Khairuddin, Sosiologi Keluarga, (Yogyakarta:
Nur Cahaya,1985)
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta:Rineka
Cipta,2004) , Cet, Kedua
Zuhairi,
dkk, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:Bumi Aksara, 1992)
Kuntowijoyom, Paradigma Islam:
Interpretasi Untuk Aksi, (Bandugn: Mizan, 1991)
Adurrahman an-Nawawi, Prinsip-Prinsip dan Metode
Pendidikan Islam: Dalam Keluarga, Di Sekolah dan Di
Masyarakat,(Bandung: CV. Dipenogoro,1989) cet. Pertama
Musthafa. Fahri, Kesehatan Jiwa
Dalam Keluarga, sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta: Bulan Bintang), jilid
I
Imam Barnadib, Pemikiran
Tentang Pendidikan Baru, (Yogyakarta:Penerbit Andi Offiset, 1983)
[1]. Doni Koesoema
A, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta:Grasindo,2007),
hlm. 312
[6] . Adurrahman
an-Nawawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam: Dalam Keluarga,
Di Sekolah dan Di Masyarakat,(Bandung: CV.
Dipenogoro,1989) cet. Pertama, hlm. 201
[7] . Musthafa. Fahri, Kesehatan Jiwa Dalam Keluarga,
sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta: Bulan Bintang), jilid I. hlm, 54-66
[8] . Imam Barnadib, Pemikiran Tentang Pendidikan Baru, (Yogyakarta:Penerbit
Andi Offiset, 1983), hlm. 129-130